Kamis, 10 Maret 2016

Rasa

Apa yang kau ketahui mengenai rasa?
Rasa, bagiku adalah sesuatu yang tak dapat dijelaskan oleh kata-kata. Rasa adalah sesuatu yang mewarnai hati. Baik itu perasaan buruk maupun perasaan baik yang menyejukkan hati.

Akhir-akhir ini, rasa sedikit membingungkan akalku dan sempat berkali-kali membuatku bertanya. Ada apakah gerangan dengan hatiku? Terlukakah? Bahagiakah? Namun, hatiku yang kupikir telah membatu ini menjadi lebih sensitif dan mudah sekali mencair. Sekali-kali aku bertanya. Benarkah ini aku? Sejak kapan aku mulai sanggup merasa? Sejkak kapan hati ini mulai aktif kembali memberikan sinyal-sinyal yang menggoyahkan hati.

Kini begitu mudahnya aku bahagia dan begitu mudahnya aku tertawa. Begitupun apabila terluka. Begitu mudahnya aku menangis, menitikan air mata. Yang dulu kupikir telah mengering dan aku pun berasumsi menjadi orang yang tegar, kuat, tidak lemah. Namun, kurasa akulah yang salah. Berhati batu bukan berarti dirimu kuat. Melainkan sebuah sifat pengecut karena tak berani mengekspresikan sesuatu. Aku sadar disitu, hatiku telah mati. Bahkan untuk menitikan air mata mengakui kesalahan pun aku tak kuasa.

Namun kini, semua terasa berbeda. Aslan yang tertidur telah kembali dibangkitkan dan ia meraum mengembalikan segalanya pada tempatnya. Entahlah, aku tak tau siapa yang membangunkannya. Apakah aku? Apakah kamu? Apakah kalian? Apakah dia? Ataukah Dia Yang Berkehendak di atas sana.

Diriku hanyalah manusia yang mulanya kupikir hanya seonggok tubuh tanpa jiwa. Tak pernah mengerti apa itu cinta. Tak pernah paham apa itu kasihbsayang. Jiwaku yang dulu hilang perlahan tampak. Pantas saja aku tak pernah bisa meniupkan ruh dalam setiap cerita yang aku bawa dan dalam setiap cerita yang aku tulis. Kini aku sadar.

Rasa ini tak boleh hilang lagi dariku. Aku ingin belajar dan terus belajar mempertahankannya. Aku yang tak pernah menyangka dan yang tak pernah berpikir hal ini terjadi hanya mengharapkan segala yang terbaik. Yang dapat mengantarkanku pada makna cinta yang sebenarnya.

Rabu, 09 Maret 2016

Bicara tentang Mimpi dan Kenyataan

Sebelum masuk ke inti pembahasan, aku ingin mengawalinya dengan bercuap-cuap ria. Benar-benar sudah lama sekali aku tidak menyentuh blog ini. Bahkan ingat pun tidak. Tak terasa blog ini telah berumur 4 tahun dan telah kutelantarkan begitu saja beberapa tahun terakhir ini. Aku bahkan hampir membuangnya dan menggantinya dengan blog baru. Namun, sayang rasanya melihat blog ini ditelantarkan dan dibuang begitu saja. Padahal di dalam blog ini banyak berisi pengalaman-pengalamanku di masa lampau. Hitung-hitung nostalgia masa-masa alay zaman SMA... wkwk :D

Baiklah, langsung saja masuk ke topik postingan pertamaku di bangku kuliah ini. Yah, sekarang aku telah menginjak bangku kuliah dan perlahan-lahan kedewasaanku mulai terbentuk menutupi sifat-sifat alayku di masa lampau, yeah walaupun tidak semua.

Oke, langsung saja...
Bicara tentang kehidupan, maka kita akan banyak menemui hal-hal abstrak yang tidak dapat dijelaskan secara logis dan banyak menimbulkan pertanyaan. Mengapa demikian? Karena hidup merupakan sebuah kata kerja yang tidak datang dari diri kita sendiri melainkan sebuah kodrat yang telah ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 

Kemudian, bicara tentang mimpi dan kenyataan. Mimpi dan kenyataan sama-sama hal abstrak yang juga tidak mampu dijelaskan secara logis dari akal manusia. Mengapa kita perlu bermimpi, namun juga perlu mempercayai kenyataan? Jawabannya adalah karena kita diperbolehkan untuk berharap dan berusaha, namun, tetap Tuhan lah yang menentukan hasil akhirnya. 

Lalu, apa gunanya mimpi? 
pertama-tama, saya ingin menyampaikan secarik puisi yang telah saya buat mengenai mimpi.

KUSUT
Karya: Melia Noor Kartika

Mimpi
Terbit dan pergi
Kadang membunga
Namun tak jarang pula berduri
Saat manis bergelut bak permen kapas
Aku terbuai
Mendaki tanpa henti
Terus melompat
Terus berlari

Namun,
Saat  badai menerjang
Aku menelungkup
Takut
Akan petir yang menyambar di puncak impian
Membuatku berguling
Keluar dalam bayang –bayang harapan

Kemudian
Perih itu kian terbakar
Saat ku tahu luka ini bertambah dalam
Ku pikir aku benar
Saat memilih jalan untuk keluar
Namun aku menyesal
Saat sadar bahwa mundur bukanlah pilihan
Melainkan suatu keputusasaan

Mungkin sebagian dari kalian bingung membaca puisi di atas (siapa yang baca ya btw..). Puisi tersebut kubuat berdasarkan pengalamanku sendiri yang terlalu percaya mengenai mimpi. Eiiitss... tapi jangan salah, aku tidak ingin bercerita negatif tentang mimpi. Disitu diceritakan bahwa ada seorang pemimpi yang sangat mempercayai mimpinya. Ia yakin seyakin-yakinnya dengan impian yang ia miliki bahkan ia tak pernah gentar menghadapi cacian, halangan, dan rintangan yang datang menghadang. Suatu ketika, mimpinya terkabul. Ia bahagia, bagaikan gurun yang dihampiri hujan di siang bolong. Ia terlalu antusias dan lupa akan suatu hal. Bahwa... mimpi yang terwujud menjadi kenyataan bukanlah gawang yang sebenarnya. Melainkan sebuah batu loncatan untuk menyebrangi sungai yang penuh dengan buaya. Perjalanan masih panjang. Karena mimpimu hanyalah awal dari kenyataan yang harus kau hadapi. Dengan kata lain, mimpi hanyalah sebuah garis start dari kehidupan sebenarnya yang telah digariskan oleh Tuhan.

Kembali kepada pertanyaan sebelumnya. Apa gunanya bermimpi? Entah mengapa, menyebut kata bermimpi selalu membuatku menghubung-hubungkannya dengan sugesti. Kekuatan pikiran.
Ketika kita yakin maka kita akan tersugesti untuk mewujudkan apa yang kita inginkan. Tak peduli berapa kali pun kesalahan yang kita perbuat, kita akan tetap mengulangnya hingga ke titik jenuh. Titik jenuh itulah yang kusebut dengan keputusasaan. Ketika kita telah mencapai titik jenuh, maka kita mulai memikirkan hal-hal negatif dan secara tidak langsung akan memprogram tubuh kita untuk menyerah. Sehingga, hasilnya jelas sebagian juga akan berbau negatif. Lalu ketika kita terus berusaha dan berusaha, tak membiarkan titik jenuh menghampiri, maka diri kita pun akan merespon positif dan kemudian hasilnya pun kebanyakan positif. 

Namun, kasus terbesar yang terjadi adalah ketika kita sudah berusaha semaksimal mungkin, sebaik-baiknya, dan yakin bahwa kita berhasil, maka hasilnya justru akan sebaliknya, yakni gagal. Mengapa hal  itu terjadi? tentu saja kita akan mengembalikannya pada kenyataan. Yaitu keputusan terbaik dari Tuhan untuk kita. karena Tuhanlah yang Maha Mengetahui diri kita yang sebenarnya. 

Inilah mengapa, ketika kita bicara tentang mimpi, maka kita juga harus mengingat kenyataan. Sah-sah saja bermimpi, bahkan sangat dianjurkan karena dengan mimpi-mimpi yang kita miliki, kita akan lebih yakin dan niat dalam melakukan segala sesuatu dan tanpa sadar menjadi sugesti positif untuk diri kita. Namun, kemampuan kita hanya sebatas itu, yakni sebatas bermimpi saja, sedangkan keputusan untuk menjadikannya sebagai kenyataan ada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa.